Pages

Wednesday, May 11, 2016

TAQDIM WA TA'KHIR DALAM AL-QURAN

       TAQDIM WA TA'KHIR DALAM AL-QURAN



        A.   Pengertian Al-Taqdim wa al-Ta’khir dalam Al-Quran
Taqdim dan ta’khir dalam al-Quran adalah penyebutan suatu lafad dengan mendahulukan atau mengakhirkan atas lafad yang lain. Jika penyebutannya mendahului, maka dalam hal ini adalah taqdim. Sebaliknya, lafad yang disebutkan kemudian adalah ta’khir.
Secara esensial, jika lafad dalam redaksi al-Quran yang mengandung taqdim-ta’khir tersebut dibolak-balik, maka tidak mempengaruhi dari apa yang dikandung olehnya. Namun, kaidah taqdir dan ta’khir ini bisa mempertegas apa yang diinginkan oleh teks al-Quran sekaligus memperindah dalam segi redaksinya.

       B.   Pembagian Al-Taqdim wa al-Ta’khir dalam al-Quran
a.                       Menurut As-Suyuthi dalam al-Itqan fi Ulum al-Quran, bahwa diskursus tentang taqdir dan ta’khir sedikitnya mempunyai dua kajian pokok yang perlu diperhatikan: kajian yang terkait dengan teks al-Quran yang secara zahir sulit dipahami maknanya (musykil), namun setelah diketahui bahwa teks tersebut termasuk uslub (gaya bahasa) al-taqdim (yang didahulukan) dan al-ta’khir (yang diakhirkan), maka jelas dan hilanglah kesulitan itu.
b.                       Kategori yang kedua adalah kajian taqdir dan ta’khir yang tidak terjadi makna yang ambigu (musykil). Syamsudin ibn al-Sha’igh menyatakan dalam karyanya al-Muqaddima fi al-Sirr al-Fadl al-Muqaddima bahwa kategori ini merupakan yang banyak terdapat dalam al-Quran. Ia menambahkan, dalam kategori ini, sesuatu yang di-taqdim-kan mempunyai segi yang lebih spesial. Ia juga mengindikasikan, dengan adanya taqdim-ta’khir ini juga mempunyai beberapa fungsi, di antaranya:
·         Pertama, mencari berkah (tabarruk), seperti mendahulukan nama Allah dalam masalah yang penting. Seperti firman Allah:
شَهِدَ اللّٰـهُ  أَنَّهُۥ لَآ إِلٰهَ  إِلَّا هُوَ وَالْمَلٰٓئِكَةُ وَأُو۟لُوا۟  الْعِلْمِ  قَآئِمًۢا  بِالْقِسْطِۚ  لَآ إِلٰهَ  إِلَّا هُوَ  الْعَزِيزُ    الْحَكِيمُ    ﴿آل عمران:١٨﴾ 
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Ali Imran/3: 18)
Demikian juga surat al-Anfal/8: 41
وَاعْلَمُوٓا۟   أَنَّمَا غَنِمْتُم   مِّن  شَىْءٍ    فَأَنَّ    لِلّٰـهِ  خُمُسَهُۥ  وَلِلرَّسُولِ    وَلِذِى الْقُرْبَىٰ وَالْيَتٰمَىٰ وَالْمَسٰكِينِ  وَابْنِ    السَّبِيلِ    إِن    كُنتُمْ    ءَامَنتُم    بِاللّٰـهِ    وَمَآ    أَنزَلْنَا    عَلَىٰ عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ‘ وَاللّٰـهُ عَلَىٰ  كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ    ﴿الأنفال:٤١﴾ 
Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dankepada apayang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

·         Kedua, mengagungkan (ta’zhim), seperti:
1)    Mendahulukan nama Allah daripada Rasul-Nya. Seperti firman Allah SWT QS. An-Nisa/4 : 69.
وَمَن يُطِعِ  اللّٰـهَ  وَالرَّسُولَ  فَأُو۟لٰٓئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّٰـهُ  عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّۦنَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصّٰلِحِينَۚ  وَحَسُنَ  أُو۟لٰٓئِكَ  رَفِيقًا  ﴿النساء:٦٩﴾ 
Dan Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.
2)    Mendahulukan lafad Allah daripada lafad malaikat, seperti lafad dalam QS al-Ahzab/33 : 56.
إِنَّ اللّٰـهَ وَمَلٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِىِّۚ  يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمًا ﴿الأحزاب:٥٦﴾ 
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.

·         Ketiga, memuliakan (tasyrif), seperti:
1)    Mendahulukan menyebut laki-laki (dzkir) atas wanita (untsa), seperti firman Allah:QS, al-Ahzab : 35.
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ  وَالْمُسْلِمٰتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنٰتِ  وَالْقٰنِتِينَ وَالْقٰنِتٰتِ وَالصّٰدِقِينَ وَالصّٰدِقٰتِ وَالصّٰبِرِينَ وَالصّٰبِرٰتِ وَالْخٰشِعِينَ وَالْخٰشِعٰتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقٰتِ وَالصّٰٓئِمِينَ وَالصّٰٓئِمٰتِ  وَالْحٰفِظِينَ فُرُوجَهُمْ  وَالْحٰفِظٰتِ  وَالذّٰكِرِينَ  اللّٰـهَ    كَثِيرًا  وَالذّٰكِرٰتِ أَعَدَّ   اللّٰـهُ لَهُم مَّغْفِرَةً   وَأَجْرًا  عَظِيمًا ﴿الأحزاب:٣٥﴾ 
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.
2)    Mendahulukan penyebutan orang-orang merdeka (hurr) atas budak (‘abd); QS. Al-Baqarah: 178.
يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا۟  كُتِبَ عَلَيْكُمُ    الْقِصَاصُ  فِى الْقَتْلَى‘ الْحُرُّ  بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ  وَالْأُنثَىٰ بِالْأُنثَىٰ‘  فَمَنْ عُفِىَ  لَهُۥ مِنْ  أَخِيهِ  شَىْءٌ  فَاتِّبَاعٌۢ  بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَآءٌ    إِلَيْهِ بِإِحْسٰنٍ‘   ذٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ  وَرَحْمَةٌ‘ فَمَنِ اعْتَدَىٰ بَعْدَ ذٰلِكَ فَلَهُۥ  عَذَابٌ أَلِيمٌ  ﴿البقرة:١٧٨﴾ 
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.
3)    Mendahulukan dalam menyebutkan lafad al-hayy (kehidupan) atas mayyit (kematian), seperti firman Allah QS, al-An’am/ 6: 95.
إِنَّ  اللّٰـهَ فَالِقُ  الْحَبِّ  وَالنَّوَىٰ‘    يُخْرِجُ    الْحَىَّ مِنَ الْمَيِّتِ  وَمُخْرِجُ الْمَيِّتِ  مِنَ  الْحَىِ‘ ذٰلِكُمُ  اللّٰـهُ   فَأَنَّىٰ تُؤْفَكُونَ ﴿الأنعام:٩٥﴾ 
Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, Maka mengapa kamu masih berpaling?
4)    Mendahulukan lafad al-khail (kuda) daripada baghal, seperti firman Allah QS. An-Nahl: 8.
وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً‘ وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُونَ ﴿النحل:٨﴾
Dan (dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan, dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.
5)    Mendahulukan lafad al-sam’u (pendengaran) atas al-bashar (penglihatan), seperti firman Allah SWT QS. Al-Isra: 36.
.....إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ  كُلُّ أُو۟لٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ   مَسْـُٔولًا    ﴿الإسراء:٣٦﴾ 
.....Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
6)    Mendahulukan penyebutan Nabi Muhammad atas nabi-nabi lainnya, sepeti firman Allah SWT dalam QS. Al-Ahzab: 7.
وَإِذْ    أَخَذْنَا   مِنَ  النَّبِيِّۦنَ  مِيثٰقَهُمْ    وَمِنكَ وَمِن  نُّوحٍ  وَإِبْرٰهِيمَ  وَمُوسَىٰ  وَعِيسَى ابْنِ    مَرْيَمَ وَأَخَذْنَا مِنْهُم  مِّيثٰقًا غَلِيظًا  ﴿الأحزاب:٧﴾ 
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil Perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka Perjanjian yang teguh.
7)    Mendahulukan lafad al-muhajirin atas al-anshar seperti firman Allah QS. At-Taubah: 100.
وَالسّٰبِقُونَ  الْأَوَّلُونَ  مِنَ  الْمُهٰجِرِينَ  وَالْأَنصَارِ  وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسٰنٍ.....
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.....
8)    Mendahulukan lafad al-ins atas al-jinn QS. Al-Rahman: 39.
فَيَوْمَئِذٍ  لَّا يُسْـَٔلُ  عَن  ذَنۢبِهِۦٓ  إِنسٌ  وَلَا  جَآنٌّ    ﴿الرحمن:٣٩﴾ 
Pada waktu itu manusia dan jin tidak ditanya tentang dosanya.
9)    Mendahulukan lafad al-nabiyin kemudian al-shadiqin, lalu syuhada, dan shalihin, seperti dalam surat an-Nisa: 69.
وَمَن يُطِعِ اللّٰـهَ  وَالرَّسُولَ  فَأُو۟لٰٓئِكَ مَعَ الَّذِينَ  أَنْعَمَ  اللّٰـهُ  عَلَيْهِم مِّنَ  النَّبِيِّۦنَ  وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَآءِ  وَالصّٰلِحِينَ‘ وَحَسُنَ  أُو۟لٰٓئِكَ  رَفِيقًا    ﴿النساء:٦٩﴾ 
Dan Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, Yaitu: Nabi-nabi, Para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh, dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.
10)    Mendahulukan lafad Jibril atas Mikail, seperti dalam surat al-Baqarah: 98.
مَن كَانَ عَدُوًّا لِّلَّهِ وَمَلٰٓئِكَتِهِۦ وَرُسُلِهِۦ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَٮٰلَ فَإِنَّ  اللّٰـهَعَدُوٌّ  لِّلْكٰفِرِينَ﴿البقرة:٩٨﴾ 
Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, Maka Sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.

·         Keempat, adanya kaitan yang erat (munasabah) lafad yang didahulukan dengan konteks (siyaq) pembicaraan, seperti firman Allah QS. An-Nahl: 6.
وَلَكُمْ    فِيهَا    جَمَالٌ    حِينَ    تُرِيحُونَ    وَحِينَ    تَسْرَحُونَ    ﴿النحل:٦﴾ 
Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan.
Sesungguhnya pandangan yang indah (jamal) akan terwujud disebabkan adanya keindahan yang lain. Meskipun pada ayat tersebut disebutkan dua kesempatan memandang terbaik, yaitu ketika datang penggembalaan dan ketika datang dari penggembalaan pada penghujung siang yang lebih indah dan bangga karena binatang-binatang itu perutnya telah berisi. Hal ini berbeda ketika binatang tersebut hendak pergi pada awal siang karena perutnya kosong.
Demikian juga firman Allah QS. Al-Furqan: 67.
وَالَّذِينَ  إِذَآ أَنفَقُوا۟  لَمْ يُسْرِفُوا۟  وَلَمْ  يَقْتُرُوا۟  وَكَانَ بَيْنَ  ذٰلِكَ قَوَامًا   ﴿الفرقان:٦٧﴾ 
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.
Sifat berlebih-lebihan didahulukan atas sifat kikir karena konteks pembicaraannya terkait dengan masalah infaq.

·         Kelima, menunjukkan dorongan atau ajakan untuk melakukan sesuatu yang disebutkan lebih dahulu, seperti mendahulukan wasiat atas hutang. Seperti dalam surat an-Nisa : 11.
.....مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ  يُوصِى بِهَآ  أَوْ دَيْنٍ‘ ءَابَآؤُكُمْ  وَأَبْنَآؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ  أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا‘ فَرِيضَةً  مِّنَ  اللّٰـهِ‘ إِنَّ  اللّٰـهَ   كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا   ﴿النساء:١١﴾
.....(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.
Meskipun secara syara’ bahwa hutang harus didahulukan daripada wasiat.

·         Keenam, menunjukkan keterdahuluannya (al-sabaq), baik yang menyangkut:
1)    Waktu keberadaannya, seperti mendahulukan malam (lail) atas siang (nahar); mendahulukan kegelapan (zhulumat) atas cahaya (al-nur); mendahulukan Adam atas Nuh; dan Nih atas Ibrahim; Ibrahim atas Musa; Hud atas Isa; Daud atas Sulaiman;  mendahulukan malaikat atas manusia (basyar) seperti dalam surat al-Hajj : 75.
اللّٰـهُ    يَصْطَفِى  مِنَ  الْمَلٰٓئِكَةِ  رُسُلًا وَمِنَ  النَّاسِ‘  إِنَّ  اللّٰـهَ  سَمِيعٌۢ  بَصِيرٌ  ﴿الحج:٧٥﴾   
Allah memilih utusan-utusan-(Nya) dari Malaikat dan dari manusia; Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha melihat.
2)    Dari segi waktu turunnya, seperti firman Allah surat al-A’la: 19.
صُحُفِ    إِبْرٰهِيمَ    وَمُوسَىٰ    ﴿الأعلى:١٩﴾ 
     (yaitu) Kitab-Kitab Ibrahim dan Musa.
3)    Dari segi kewajiban taklif, seperti mendahulukan ruku’ atas sujud seperti dalam QS. Al-Hajj: 77.
يٰٓأَيُّهَا    الَّذِينَ    ءَامَنُوا۟    ارْكَعُوا۟    وَاسْجُدُوا۟    وَاعْبُدُوا۟    رَبَّكُمْ    وَافْعَلُوا۟    الْخَيْرَ    لَعَلَّكُمْ    تُفْلِحُونَ    ۩    ﴿الحج:٧٧﴾ 
Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.


4)    Dari segi dzat seperti matsna wa tsulatsa wa ruba’ (QS. An-Nisa: 3)
وَإِنْ  خِفْتُمْ    أَلَّا   تُقْسِطُوا۟  فِى  الْيَتٰمَىٰ    فَانكِحُوا۟  مَا  طَابَ  لَكُم  مِّنَ   النِّسَآءِ مَثْنَىٰ    وَثُلٰثَ  وَرُبٰعَ.....
Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.....
Jadi tidak dimulai dari empat istri sekaligus kemudian berkurang ke jumlah yang lebih sedikit.

·         Ketujuh, menunjukkan kausalitas (sababiyah), seperti mendahulukan penyebutan lafad al-Aziz atas al-Hakim. Ini artinya karena Allah itu Maha Mulia maka Dia Maha Bijaksana; juga mendahulukan penyebutan al-Alim atas al-Hakim, sebab kebijaksanaan muncul dari pengetahuan. Adapun mendahulukan al-Hakim atas al-Alim dalam surat al-An’am karena Allah Yang Mahabijaksana itu adalah sumber penetapan hukum hukum-hukum syara’(maqam tasyri’ al-ahkam)

·         Kedelapan, menunjukkan arti banyak (al-katsrah), seperti
1)    Mendahulukan orang kafir atas orang mukmin. Firman Allah dalam surat al-Taghabun: 2.
هُوَ    الَّذِى    خَلَقَكُمْ    فَمِنكُمْ    كَافِرٌ    وَمِنكُم    مُّؤْمِنٌ    وَاللّٰـهُ    بِمَا    تَعْمَلُونَ    بَصِيرٌ    ﴿التغابن:٢﴾ 
Dia-lah yang menciptakan kamu Maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada yang mukmin, dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
Sebab orang-orang kafir dilihat dari segi kuantitasnya lebih banyak dibandingkan dengan orang beriman.
2)    Mendahulukan lafad al-dhalim atas al-muqtashid, dan sabiq al-khairat, seperti dalam surat Fathir : 32.
ثُمَّ    أَوْرَثْنَا    الْكِتٰبَ  الَّذِينَ  اصْطَفَيْنَا   مِنْ  عِبَادِنَا   فَمِنْهُمْ    ظَالِمٌ    لِّنَفْسِهِۦ  وَمِنْهُم    مُّقْتَصِدٌ    وَمِنْهُمْ    سَابِقٌۢ    بِالْخَيْرٰتِ    بِإِذْنِ    اللّٰـهِ   ذٰلِكَ    هُوَ    الْفَضْلُ    الْكَبِيرُ    ﴿فاطر:٣٢﴾   
Lalu di antara mereka ada yang Menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang Amat besar.
              Mendahulukan orang yang menganiaya (dhalim) atas orang yang tengah-tengah (muqtashid ) dan orang yang berbuat baik (sabiq al-khairat), karena orang yang berbuat aniaya secara kuantitas lebih banyak daripada keduanya.

0 comments:

Post a Comment