Pages

Thursday, May 5, 2016

Nasikh Mansukh dalam Al-Quran

 NASIKH MANSUKH

A. Pengertian Nasikh Mansukh
Menurut Bahasa
Secara konsep etimologi yang dikemukakan oleh Wahbah az-Zuhaili  nasakh dapat di artikan sebagaimana berikut :
1.  Izalah yang mengandung arti menghilangkan seperti contoh dalam surat al-Haj  Ayat 52.
2. Naqalu yang mempunyai arti memindahkan sesuatu dari satu tempat ke tempat lain.
3. Tabdil yang berarti mengganti atau menukar seperti contoh dalam surat an-Nahl ayat 101.
4. Tahwil yang berarti memalingkan, seperti memalingkan pusaka dari seseorang kepada orang     
     lain.[1]
Menurut Istilah
Secara istilah yang pertama adalah suatu pembatalan hukum yang ditetapkan terdahulu oleh hukum yang ditetapkan kemudian. Kedua dengan pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang bersifat khusus yang datangnya kemudian. Dan yang ketiga Penjelasan yang datang kemudian yang hanya berlaku bagi hukum-hukum yang samar dan tanpa bersayarat.[2]
  
B. Dalil Nasakh


Ayat mana saja yang kami nasakhkan atau kami jadikan (manusia) lupa kepada-Nya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah : 106)[3]


Allah mengghapus apa yang dia kehendaki dan menetapkan (apa) yang dia kehendaki dan disisi-Nyalah terdapat Umm al-kitab (Lauh Mahfuz).” (QS .An-Nahl : 101)[4]

C.  Syarat-syarat Nasakh
1. Yang dibatalkan adalah hukum syara’.
2. Pembatalan itu datang dari tuntutan syara’.
3. Pembatalan hukum tidak disebabkan oleh berakhirnya waktu pemberlakuan hukum, seperti
     perintah Allah tentang kewajiban berpuasa, tidak berarti dinasakhkan setelah selesai
     melaksanakan puasa tersebut.
4.  Tuntutan yang mengandung nasakh harus datang kemudian.

D. Rukun-rukun Nasakh
1. Adat an-nasakh, yaitu pernyataan adanya pembatalan hukum yang telah ada.
2. Nasikh, adalah dalil yang kemudian menghapus hukum yang telah ada.
3. Mansukh, yaitu hukum yang dibatalkan,dihapuskan, atau dipindahkan.
4. Mansukh ‘anhu, yaitu orang yang dibebani hukum.[5]

E. Beberapa Pendapat tentang Nasakh dalam Al-Qur’an         
Menurut Nasr Hamid Abu Zaid, ada dua konsekwensi yang dimunculkan oleh fenomena nasakh ini, pertama, bagaimana mengkompromikan konsekwensi bahwa teks mengalami "perubahan" melalui nasakh dengan keyakinan umum bahwa teks sudah ada sejak azali di Lauh al-MahfuzhKedua, problem pengumpulan al-Qur'an pada masa Khalifah Abu Bakar. Hal ini muncul terkait dengan contoh-contoh yang dikemukakan oleh ulama dapat menimbulkan kesan bahwa sebagian dari bagian-bagian teks sudah terlupakan dari ingatan manusia.[6]
Terkait dengan pernyataan di atas, jika kita bicara tentang implikasi konsep nasakh dalam al-Qur'an, maka tidak terlepas dari dua fenomena yang dikemukakan di atas. Diantara implikasi terhadap al-Qur'an yang dapat kita deteksi diantaranya;
Pertama, secara negatif jika nasakh dipahami sebagai al-izalah atau menghapus maka konsekwensi yang ditimbulkan adalah hilangnya eternalitas (ke-azali-an) eksistensi tulisan teks al-Qur'an yang berada di Lauh Mahfuz.[7] Hal ini mencerminkan bahwa sebenarnya kita harus memahami konsep nasakh dalam al-Qur'an ini seperti yang telah penulis kemukakan di atas, yakni sebagai pergantian atau pemindahan dari satu wadah kepada wadah lain, dalam arti bahwa kesemua ayat al-Qur'an tetap berlaku, tidak ada kontradiksi.
Kedua, bahwa konsep nasakh dalam al-Qur'an ini adalah untuk mengingatkan nikmat yang telah Allah berikan dan juga untuk menghapus kesulitan, karena jika nasakh itu beralih pada sesuatu yang terasa lebih berat maka disana terdapat tambahan pahala, dan jika beralih pada sesuatu yang dianggap lebih ringan maka ia mengandung kemudahan dan keringanan.[8] Disini terlihat bahwa al-Qur'an memang sebagai sebuah kitab petunjuk yang benar bagi orang-orang yang ingin menjadikannya sebagai petunjuk.
Ketiga, secara umum bahwa adanya nasakh dalam al-Qur'an ini menunjukkan bahwa al-Qur'an sebagai sebuah kitab dan sumber utama syariat Islam, adalah merupakan kitab syariat yang paling sempurna yang me-nasakh syariat-syariat yang datang sebelumnya. Oleh karena itu syariat Islam berlaku untuk setiap situasi dan kondisi, maka adanya nasakh  berfungsi menjaga kemaslahatan umat.[9]
Keempat, adanya konsep nasakh dalam al-Qur'an menunjukkan bahwa pe-naskh-an hukum yang pertama (ketentuan hukum yang di-nasakh) adalah untuk kepentingan suatu hikmah atau suatu kemaslahatan hingga waktu tertentu. Disamping itu Allah pun mengetahui bahwa hukum yang kedua (yang me-nasakh hukum yang pertama) ditetapkan untuk kepentingan suatu hikmah atau kemaslahatan yang lain. Sudah barang tentu bahwa masalah kemaslahatan dan ketentuan hukum berbeda, sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh manusia yang memang juga berbeda-beda. Tiap hukum memiliki dan mengandung hikmahnya tersendiri dan manusia pun memiliki kemaslahatannya tersendiri, namun yang jelas adanya konsep naskh dalam al-Qur'an ini berada dalam pengetahuan Allah sejak sebelum manusia, langit dan bumi diciptakan.[10]

 F. Macam macam Nasikh Mansukh
1.       Nasakh bacaan (teks) dari suatu ayat ,namun hukumnya tetap berlaku, seperti hukum rajam bagi laki-laki dan perempuan tua yang telah menikah.
2.         Nasakh hokum ayat namun teksnya masih ada ,seperti nasakh keharusan memberikan sedekah kepada orang miskin bagi mereka yang akan berbicara dengan nabi.
3.      Nasakh hokum dan bacaan ayat sekaligus ,seperti haramnya menikahi saudara sesusu itu dengan batasan sepuluh (10) kali.[11]
4.         Nasakh sunnah dengan kitab (ayat) seperti perubahan arah kiblat, yang dahulunya berpusat di Baitul Maqdis kemudian turun wahyu yang menyuruh berkiblat ke Ka’bah.
5.         Nasakh Sunnah dengan Sunnah seperti hadish Muslim :
         “Dahulu saya melarang kamu (perempuan) untuk menziarahi kubur, tetapi kini ziarahilah” (H.R. Muslim).[12]
6.         Ada sebagian ulama berpendapat ada nasakh Kitab (ayat) dengan Sunnah seperti dalam surat  Al-Baqarah ayat 18 dengan hadish   la washiata liwarisi (H.R. Tirmizi dan Ibnu Majah).[13]
7.         Nasakh yang tidak ada gantinya seperti nasakh keharusan memberikan sedekah kepada orang  miskin bagi mereka yang akan berbicara dengan nabi.
8.      Nasakh yang ada penggantinya, namun penggantinya tersebut adakalanya lebih ringan dan adakalanya lebih berat ; seperti pembatalan shalat sebanyak 50 kali, diganti dengan 5 kali saja.         

G. Manfaat Mempelajari Nasikh Mansukh
Konsep nasikh dan mansukh sangat erat kaitannya dengan turunnya al-Qur'an secara bertahap dan juga erat kaitannya dengan asbab al-nuzul. Sebab secara gamblang dapat dijelaskan bahwa, haruslah ayat nasikhat yang datang kemudian dari pada ayat mansukhat, sebab jelas bahwa tidak mungkin sesuatu yang datang lebih dahulu mengganti sesuatu yang datang kemudian.[14] Selain itu, kita juga dapat melihat antara masalah nasikh dan mansukh dengan masalah asbab al-nuzul ada keterkaitan, sebab biasanya Allah menurunkan atau menerapkan suatu hukum juga melihat kondisi dan situasi masyarakat pada saat itu, seperti tentang ayat-ayat keharaman khamar.
Dari dua pemahaman di atas, dapat disimpulkan bahwa al-Qur'an sebagai kitab pendidikan terbesar, melalui konsep nasikh dan mansukh ini ingin menjelaskan bahwa; pertama, sebenarnya Allah ingin mengajarkan kepada manusia bahwa dalam mengajarkan atau memberi pelajaran haruslah dilakukan secara bertahap. Sehingga apa yang diajarkan dapat mengena kepada siapa yang diajar atau juga ketika memberikan sebuah pemahaman haruslah secara bertahap.
Selain itu kedua, bahwa sebuah ilmu pengetahuan itu tidaklah bisa dikatakan abadi dan benar untuk selamanya, sebab suatu saat ilmu pengetahuan itu akan bisa berubah sesuai dengan perkembangan dan kondisi zaman, nasikh dan mansukh menggambarkan bahwa bisa jadi sesuatu hukum yang berlaku pada saat ini mungkin saja tidak berlaku untuk masa yang akan datang atau dapat terjadi sebaliknya.
Ketiga, dengan nasikh dan mansukh memberikan pengertian bahwa kita harus mencontoh sifat Allah yakni sang maha pemurah, sebab adakalanya Allah mengganti hukum sesuatu yang awalnya berat menjadi lebih ringan. Ini semua tidak lain kecuali ingin menunjukkan kemurahan Allah.[15]
Selain itu keempat, menurut Quraish Shihab bahwa tentang nasikh dan mansukh ini, sama seperti obat-obatan yang diberikan oleh dokter pada pasien. Disini hukum-hukum yang diubah dimisalkan sebagai obat, dan Nabi sebagai dokter. Disatu sisi, mempersamakan Nabi sebagai dokter dan hukum-hukum sebagai obat, memberikan kesan bahwa Nabi dapat mengubah atau mengganti hukum-hukum tersebut, sebagaimana dokter mengganti obat-obatnya. Pada sisi lain, mempersamakan hukum yang ditetapkan dengan obat tentunya tidak mengharuskan dibubuangnya obat-obat tersebut, walaupun telah tidak sesuai dengan pasien tertentu, karena mungkin masih ada pasien lain yang membutuhkannya.[16]

H. Contoh-contoh Nasakh dalam al-Qur'an
Untuk lebih jelas tentang ayat-ayat apa saja yang nasikh dan mansukh dalam al-Qur'an, berikut akan kita lihat contoh-contoh yang dikemukaan oleh para ulama.[17] Diantaranya ;
a.       Surah al-Baqarah (2) ayat 115 " Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah". Di-naskh oleh ayat 44 pada surah yang sama. ”Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram."
b.      Firman Allah: "Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf  (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa (al-Baqarah: 180) Dikatakan, ayat ini mansukh oleh ayat tentang bab kewarisan dan juga oleh hadis:"Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada setiap orang yang mempunyai hak akan haknya, maka tidak ada wasiat bagi orang waris". (H.R. Abu Dawud dan Turmidzi).
c.       Firman Allah: ” Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar…. (al-Baqarah: 217), ayat ini di-naskh oleh ayat : "Dan perangilah kaum Musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya". (at-Taubah: 36).
d.       Firman Allah: "Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu….(al-Baqarah: 284). Ayat ini di-naskh oleh Firman-Nya: "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…(al-Baqarah: 286)

             Sebenarnya masih ada beberapa ayat al-Qur'an yang menurut sebagian ulama termasuk dalam kategori naskh, namun untuk tujuan mempersingkat, maka pada tulisan ini tidak kami sebutkan semua.



[1] Wahbah Az-Zuhaili, Ushl al-Fiqh al-Islami (Beirut, Dar al-Fikr, 1986) hal-931.
[2] Al-Zarkasyi, Al-Burhan fi ‘Ulum Al-Qur’an (Mesir, Al-Halabiy, 1957) hal-28.
[3] .AL-QUR’ AN ,(Semarang: CV. Aneka Ilmu Semarang, 2001 ), hal. 13.
[4] .AL-QUR’ AN ,(Semarang: CV. Aneka Ilmu Semarang, 2001 ), hal. 222.
[5] . Prof. DR. Rachmat Syafe’I, MA, USHUL FIQIH, (Bandung:Pustaka Setia,2007), hal. 240.
[6] . Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Qur'an: Kritik Terhadap Ulumul Qur'an, terj. Khoiron        Nahdliyyin (Yogyakarta: LKiS, 2005), hlm. 141.
[7] . Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Qur'an: Kritik Terhadap Ulumul Qur'an, terj. Khoiron        Nahdliyyin (Yogyakarta: LKiS, 2005),  hal. 161.
[8]. Manna' Khalil al-Qattan, Mabahis  fi 'Ulum al-Qur'an, (Riyadh: Mansyurat al-'Asr al-Hadis, 1972), hlm. 296.
[9] . Lihat, Muhammad Abdul 'Azim al-Zarqani, Manahil al-'Irfan fi 'Ulum al-Qur'an, Juz II (Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyah, 2004), hlm. 391-392. Lihat juga, Drs. Supiana, M.Ag, dan M. Karman, M.Ag, Ulumul Qur'an dan Pengenalan Metodologi Tafsir (Bandung: Pustaka Islamika, 2002), hlm. 159.
[10] . DR. Suhbi as-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur'an, terj. Tim Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), hlm. 356
[11].Prof. DR. Rachmat Syafe’I, MA, Ushul Fiqih, (Bandung:Pustaka Setia,2007), hal.240
[12]. Abdul Hamid, Ushul Fiqih, (Jakarta,Padang panjang :Sa’adiyah Putra,1959),hal.13
[13] .Prof. DR. Rachmat Syafe’I, MA, Ushul Fiqih, (Bandung:Pustaka Setia,2007), hal.240
[14] . Baidan, Nasirudin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005) hlm. 175
[15] .
DR. Suhbi as-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur'an, terj. Tim Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999) hlm. 160.
[16] .M. Quraish Shihab. Membumikan al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. (Bandung: Mizan. 2002) hlm. 145.
[17] . Manna' Khalil al-Qattan, Mabahis  fi 'Ulum al-Qur'an, (Riyadh: Mansyurat al-'Asr al-Hadis, 1972), hal. 242-244.

0 comments:

Post a Comment